Jumat, 22 Januari 2016

Sederet Kelemahan Pendidikan di Indonesia

Ilustrasi : ist.

JAKARTA - Pendidikan Indonesia memiliki sejumlah kelemahan. Namun, kelemahan itu dapat tertutup dengan perbaikan yang dilakukan oleh berbagai pihak secara sinergi.
"Ada beberapa kelemahan dalam pendidikan kita. Kalau pendidikan masyarakat itu bukan tanggung jawab Kementerian. Seperti PAUD sampai SMA harusnya adalah milik pemerintah daerah (pemda)," urai Sosiolog asal Universitas Indonesia (UI) Hanief Saha Ghafur ketika berbincang dengan Okezone, Kamis (28/2/2013).

Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah pusat perlu menggalang kordinasi yang lebih ketat dan lebih baik dengan pemda. Dia menilai, hal-hal yang tidak perlu didesentralisasikan tidak perlu dilakukan.

"Contoh, guru. Mereka harus dikembalikan pada pemerintah pusat walaupun sekolah adalah milik pemda. Sebab ada ketimpangan jumlah dan sebaran guru di berbagai daerah. Jumlah guru suatu mata pelajaran di sebuah daerah pun tidak merata," imbuhnya.

Mantan Staf Ahli di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) itu menyatakan, ironisnya, meski sebagian daerah mengalami kekurangan guru, jumlah guru secara keseluruhan di Indonesia dinilai berlebih. Oleh karena itu, tambahnya, perlu ada regulasi yang tepat dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut.

"Indonesia kelebihan guru sekitar 500 ribu. Tapi ada ketimpangan antar daerah dan bidang studi per wilayah karena tidak terdistribusi dengan baik. Ada guru matematika yang menumpuk di daerah tertentu, sementara di kabupaten atau kota sebelah keadaannya berbeda. Maka, sebaiknya guru ditarik jadi milik pemerintah pusat," papar Hanief.

Dia menegaskan, kebijakan terhadap guru menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Sementara tindak lanjut pembinaan guru diserahkan kepada pemerintah daerah maupun sekolah-sekolah yang bersangkutan.
(mrg)

Indonesia Masih Lemah dalam Mutu Pendidikan & Kualitas Lulusan

Jakarta - Satuan pendidikan di Indonesia mulai dari tahap SD hingga SMA, dianggap masih lemah dalam banyak hal dibanding negara lain. Mulai dari sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan serta kompetensi para lulusannya.

\\\"Di tingkat SD\/MI hampir semua sekolah yang terakreditasi memiliki titik lemah pada standar kelulusan, standar sarana dan prasana dan tenaga pendidik dan kependidikan. Di tingkatan SMP dan SMA juga sama,\\\" ujar Ketua BAN-S\/M, Abdul Mukti, dalam konferensi pers mengenai Analisa Hasil Akreditasi 2008-2012, di Badan Akreditasi Nasional Sekolah, Jalan RS Fatmwati, Jakarta Selatan, Rabu (26\/12\/2012).

Menurut Abdul, sebagai solusi dari temuan-temuan di lapangan, pihaknya memberikan rekomendasi kepada Kemendikbud. Solusi itu berupa peningkatan terhadap titik lemah di tiap satuan pendidikan dalam upaya membangun mutu pendidikan nasional.

Selain itu untuk menjaga mutu kualitas lulusan, pihaknya juga merekomendasikan satuan pendidikan yang tidak terakreditasi tidak menyelenggarakan UN. Masyrakat juga diharapkan kritis dan cerdas dalam memilih sekolah\/madrasah dan menyekolahkan anaknya ke satuan pendidikan yang terakreditasi.

\\\"Selain itu kami juga merekomendasikan kepada pemerintah agar sekolah\/madrasah yang terakreditasi A tidak perlu mengikuti UN dan diizinkan menyelenggarakan ujian secara mandiri,\\\" terang Abdul.

Hasil akreditasi untuk tingkat SD\/MI 15,2 persen telah terakreditasi A, 56,9 persen telah terakreditasi B, dan 23,4 persen telah terakreditasi C. Sementara untuk tingkat SMP\/MTS, 28,5 persen telah terakreditasi A, 44,8 persen terakreditasi B, dan 21,5 persen terakreditasi C. Untuk tingkat SMA\/MA, 32,5 persen telah terakreditasi A, 41,4 persen terakreditasi B, dan 20 persen terakreditasi C. Sementara untuk tingkat SMK\/MAK 41 persen terakreditasi A, 43,persen terakreditasi B, dan 12,9 terakreditasi C.

Di dalam melakukan akreditasi, BAN-S\/M, menetapkan 8 indikator seperti, standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian.

Pendidikan di Indonesia Masih Lemah

MAJALENGKA – Pendidikan di Indonesia saat ini dinilai masih lemah. Alasannya dampak dari lembaga tersebut belum sepenuhnya dapat dirasakan langsung oleh para pelajar. Degradasi moral saat ini juga mengalami penurunan bukan hanya di kalangan pelajar.
Hal ini ditegaskan anggota DPR-RI Dapil Sumedang Majalengka Subang (SMS) sekaligus anggota Komisi VIII KH. Maman Imanul Haq ketika diwawancarai rekan jurnalis seusai deklarasi 4 pilar kebangsaan di salah satu pondok pesantren yang ada di wilayah Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Sabtu (29/8).
“Salah satu contoh, masih banyak pelajar yang justru malah drop out atau keluar dari sekolah, alasannya macam-macam. Terus meski masih tercatat, jutru punya kehidupan lain yang bersifat premanisme, misal jadi anggota genk motor, dan lain sebagainya. Ini sepertinya kritik juga bagi dunia pendidikan di Indonesia tercinta ini,” ujarnya.
Maman mengatakan sosialisasi empat pilar kebangsaan ini yang mencakup Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, diharapkan dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila, menghargai perbedaan dan keanekaragaman serta menjunjung tinggi persatuan.
“Penegakan konstitusi 4 pilar tersebut sebagai indikator. Bukan hanya di kalangan pelajar atau dunia pendidikan saja, tapi masyarakat luas yang bukan pelajar juga harus memahami hal itu,” tandasnya.
Sebelumnya, perwakilan para pelajar melakukan baiat melakukan deklarasi IPPNU serta  Pembukaan Latihan Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama ( IPPNU ) Kabupaten Majalengka yang akan berlangsung selama 2 hari mulai hari Sabtu ( 29/8 ) hingga Minggu ( 30/8 ) dan diikuti oleh 50 orang dari PAC IPPNU di Kabupaten Majalengka, Cirebon, Sumedang, Subang, Bojonegoro bertempat salah satu pondok pesantren Blok Cikedung Desa Maja Utara Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka. (nay)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar